Saya mengkepo dan mendapatkan sebuah status yang Anda tulis, "kamu tak
bisa mengenali orang lain dari apa yang mereka kenakan. KENALI HATINYA."
Lihat huruf yang dicetak besar. Baiknya mas-mbak-Anda yang menulis itu dibaca
kembali apa yang ditulis. Lantas, ketika mas-mbak-Anda menyakiti hati kedua
orang tua, saudara, bahkan Tuhanmu sekalipun,
Hati mas-mbak sudah mulia, begitu? Dari situ nampaknya orang lain pun
tidak butuh perkenalan, saya cukup tau dari perbuatan, dan kata-kata yang
keluar dari bibir Anda. Perbaiki hati, sikap, bicara, dan penampilan sesuai
perintah Tuhanmu serempak, selaras, supaya seimbang. Jangan terlalu sering
berdalih "yang penting hatinya" itu tandanya Anda orang yang malas
dan mengada-ada, mencari pembenaran. Sori kuwi kakean alesan jenenge. Jika kamu
berbuat salah di mata hukum dunia dan agama, jangan menyalahkan orang lain,
"sik jilbaban wa durung tentu bener kelakuane", itu pembelaanmu. Tak baleni
maneh, aja njuk nyalahke wong liya! Jangan hanya melihat kesalahan-kesalahan
orang yang bisa dijadikan pembenaranmu melakukan kesalahan! Jangan hanya
berharap ingin dimengerti orang tua, lalu kapan seorang anak akan mengerti
persaaan orang tuanya jika begitu?
Usaha! aja mung isane alesan "yang penting hatinya". Keterlaluan,
nek jenengane anak ora gelem dikandhani wong tuwane. Rumangsa wis dadi wong
tuwa ora kaya ngana carane, dadia tuladha kuwi sing jenengane wong tuwa.. yen
urip isih ngandhelake wong tuwa wae nanging ora gelem ngrungoake ngendikane
wong tuwane kuwi jenenge kewanen, keterlaluan, sombong... mendhing uripa nang
alas. cobalah untuk membuka hatimu untuk bisa mendengar pendapat orang lain..
Dewasalah, jangan kekanak-kanakan! Tidak penting siapa berbuat salah pada
siapa, berlomba-lombalah untuk saling minta maaf! Tidak ada yang dirugikan,
percayalah! saya cuma ingin kita bisa hidup saling membahagiakan, nyaman,
tentram, kemudian bisa saling bercerita dan mendengarkan dengan senyuman, tawa
canda.. bukan tangisan yang hanya saya pendam sendiri di dalam kamar, di bawah
bantal, atau di depan layar laptop, atau di balik halaman blog.
Oke, saya memang pengecut tidak langsung bilang pada mas-mbak-Anda...
karena apa? karena Anda terlalu introvert, tertutup terhadap masukan-masukan,
kritikan-kritikan apalagi dari anak kecil seperti saya. Kita hanya akan
berakhir pada perdebatan yang nggak ada habisnya.. kemudian mungkin diakhiri
dengan saya mengalah, diam, dan menangis. dadine males yen meh ngandhani maneh.
Ra perlu nganggo emosi, ra perlu nganggo otot-ototan! Iku jenenge ora isa
dikandhani. Apa buktinya? bahkan orang tuamu saja ketika memberi nasihat
kepadamu, kamu tidak bisa menerimanya dengan legawa.. Anda akan membela diri,
dan mencari seribu satu alasan, hingga tak ada satupun kata maaf untuk
mengakhiri perselisihan itu. Anda bukan tipe orang yang bisa mendengarkan
pendapat orang lain, alias ngeyel dalam arti negatif. Ngeyel boleh jika
pendapat Anda benar dan berdasar, tapi ngeyelnya Anda menyakiti seluruh umat di
dunia, terutama orang tua Anda, dan saudara-saudara Anda. Jadi, tolonglah (saya
sebutkan sekali lagi: MAS - MBAK!). Tidak bisakah Anda mendengarkan, diam,
direnungkan, kemudian manuta! Lihatlah tidak hanya (katanya) dengan memakai
Hati, pakai otak, pakai nalar, nurani dan mata Anda... Tidakkah Anda tau bahwa
bapak-ibu selalu menangis setiap malam, dan selalu menyempatkan berdoa supaya
dibukakan pintu hati kalian oleh Allah agar bisa melihat mana yang benar dan
yang diinginkan oleh bapak-ibu? Haruskah Anda, saya tunjukkan bahwa
"penyesalan selalu datang terlambat? datang di akhir?". Saya pun tidak ingin.. semoga belum
terlambat..
ahhh..saya selalu menangis jika mengingat nasihat dan harapan bapak pada
saya dengan mata berkaca-kaca menahan air mata..bisakah mas-mbak membantu
memenuhi satu diantaranya? Jadilah anak berbakti!
Bahkan kadang keinginanku untuk melakuakn sesuatu yang aku senangi
terhalang oleh restu dan ridho bapak atau mamah, aku selalu berpikir dua kali
kemudian, contohnya ketika aku berujar pada bapak tentang niatku untuk pergi ke
semarang, dan bapak melarang, aku berat menurutinya... kemudian meski berat,
aku menuruti permintaan keduanya... Menurut atau tidak menurut itu memang
pilihan. Tapi, Tidakkah lebih baik kita bahagia bersama, saling menutupi cacat
masing-masing, dan mencoba bersabar sambil melakukan perbaikan?
...cukup, dari saya yang sedang menangis, mengharapkan perubahan yang baik
dari Anda...