Pesan Untukmu!


Saya mengkepo dan mendapatkan sebuah status yang Anda tulis, "kamu tak bisa mengenali orang lain dari apa yang mereka kenakan. KENALI HATINYA." Lihat huruf yang dicetak besar. Baiknya mas-mbak-Anda yang menulis itu dibaca kembali apa yang ditulis. Lantas, ketika mas-mbak-Anda menyakiti hati kedua orang tua, saudara, bahkan Tuhanmu sekalipun,  Hati mas-mbak sudah mulia, begitu? Dari situ nampaknya orang lain pun tidak butuh perkenalan, saya cukup tau dari perbuatan, dan kata-kata yang keluar dari bibir Anda. Perbaiki hati, sikap, bicara, dan penampilan sesuai perintah Tuhanmu serempak, selaras, supaya seimbang. Jangan terlalu sering berdalih "yang penting hatinya" itu tandanya Anda orang yang malas dan mengada-ada, mencari pembenaran. Sori kuwi kakean alesan jenenge. Jika kamu berbuat salah di mata hukum dunia dan agama, jangan menyalahkan orang lain, "sik jilbaban wa durung tentu bener kelakuane", itu pembelaanmu. Tak baleni maneh, aja njuk nyalahke wong liya! Jangan hanya melihat kesalahan-kesalahan orang yang bisa dijadikan pembenaranmu melakukan kesalahan! Jangan hanya berharap ingin dimengerti orang tua, lalu kapan seorang anak akan mengerti persaaan orang tuanya jika begitu?

Usaha! aja mung isane alesan "yang penting hatinya". Keterlaluan, nek jenengane anak ora gelem dikandhani wong tuwane. Rumangsa wis dadi wong tuwa ora kaya ngana carane, dadia tuladha kuwi sing jenengane wong tuwa.. yen urip isih ngandhelake wong tuwa wae nanging ora gelem ngrungoake ngendikane wong tuwane kuwi jenenge kewanen, keterlaluan, sombong... mendhing uripa nang alas. cobalah untuk membuka hatimu untuk bisa mendengar pendapat orang lain.. Dewasalah, jangan kekanak-kanakan! Tidak penting siapa berbuat salah pada siapa, berlomba-lombalah untuk saling minta maaf! Tidak ada yang dirugikan, percayalah! saya cuma ingin kita bisa hidup saling membahagiakan, nyaman, tentram, kemudian bisa saling bercerita dan mendengarkan dengan senyuman, tawa canda.. bukan tangisan yang hanya saya pendam sendiri di dalam kamar, di bawah bantal, atau di depan layar laptop, atau di balik halaman blog.

Oke, saya memang pengecut tidak langsung bilang pada mas-mbak-Anda... karena apa? karena Anda terlalu introvert, tertutup terhadap masukan-masukan, kritikan-kritikan apalagi dari anak kecil seperti saya. Kita hanya akan berakhir pada perdebatan yang nggak ada habisnya.. kemudian mungkin diakhiri dengan saya mengalah, diam, dan menangis. dadine males yen meh ngandhani maneh. Ra perlu nganggo emosi, ra perlu nganggo otot-ototan! Iku jenenge ora isa dikandhani. Apa buktinya? bahkan orang tuamu saja ketika memberi nasihat kepadamu, kamu tidak bisa menerimanya dengan legawa.. Anda akan membela diri, dan mencari seribu satu alasan, hingga tak ada satupun kata maaf untuk mengakhiri perselisihan itu. Anda bukan tipe orang yang bisa mendengarkan pendapat orang lain, alias ngeyel dalam arti negatif. Ngeyel boleh jika pendapat Anda benar dan berdasar, tapi ngeyelnya Anda menyakiti seluruh umat di dunia, terutama orang tua Anda, dan saudara-saudara Anda. Jadi, tolonglah (saya sebutkan sekali lagi: MAS - MBAK!). Tidak bisakah Anda mendengarkan, diam, direnungkan, kemudian manuta! Lihatlah tidak hanya (katanya) dengan memakai Hati, pakai otak, pakai nalar, nurani dan mata Anda... Tidakkah Anda tau bahwa bapak-ibu selalu menangis setiap malam, dan selalu menyempatkan berdoa supaya dibukakan pintu hati kalian oleh Allah agar bisa melihat mana yang benar dan yang diinginkan oleh bapak-ibu? Haruskah Anda, saya tunjukkan bahwa "penyesalan selalu datang terlambat? datang di akhir?".  Saya pun tidak ingin.. semoga belum terlambat..
ahhh..saya selalu menangis jika mengingat nasihat dan harapan bapak pada saya dengan mata berkaca-kaca menahan air mata..bisakah mas-mbak membantu memenuhi satu diantaranya? Jadilah anak berbakti!

Bahkan kadang keinginanku untuk melakuakn sesuatu yang aku senangi terhalang oleh restu dan ridho bapak atau mamah, aku selalu berpikir dua kali kemudian, contohnya ketika aku berujar pada bapak tentang niatku untuk pergi ke semarang, dan bapak melarang, aku berat menurutinya... kemudian meski berat, aku menuruti permintaan keduanya... Menurut atau tidak menurut itu memang pilihan. Tapi, Tidakkah lebih baik kita bahagia bersama, saling menutupi cacat masing-masing, dan mencoba bersabar sambil melakukan perbaikan?

...cukup, dari saya yang sedang menangis, mengharapkan perubahan yang baik dari Anda...

0 komentar:

Posting Komentar