Teduh

Hikmahnya Tuhan menciptakan bayangan suatu benda, salah satunya adalah untuk meneduhkan. Dalam bahasa Jawa: kanggo ngiyup... nunut ngiyup, kula nunut ngiyup.. *nyanyi didi kempot *eh salah fokus.. 
Pas mau parkir motor, pas lagi nungguin jemputan, pas upacara, pas nungguin mas sopir, enakan kan cari tempat yg teduh di bawah pohon ya. Pas kepanasan di bawah terik siang, paling enak cari yang teduh-teduh alias yang iyup-iyup di bawah pohon rimbun. Pada bayang-bayang benda pun kita membutuhkan. Jadi kelak jika hidup kita di masa depan begitu cemerlang, jangan galau jangan risau dengan bayang-bayang masa lalu yang kita anggap sangat menyakitkan dan begitu ingin kita lupakan. Tidak perlu memaksa untuk lupa, just go with it. Syukuri, renungi, jalani. Begitu sederhana kebahagiaan itu jika kita jadi manusia yang pandai bersyukur. Tuhan yang mencipta keteduhan. Tuhan Maha Pencipta.
Ya sudah, saya pamit dulu, mau belajar dulu supaya wajah saya (jadi) meneduhkan bagi orang yang melihatnya. *cling.

Suudzon

Setelah agak lama bercakap dengan babe melalui telpon, akhirnya saya memutuskan untuk pulang sejenak ke kota tercinta.
justru dengan ini saya dapat cerita yang datangnya dari perjalanan ini.

tidak mengherankan saat ini orang-orang di jalan bahkan di tempat umum ataupun kendaraan publik, menggunakan masker sebagai pelindung pernafasannya. Kalau ada yang belum tahu, tanggal 13 Februari 2014 malem sekitar pukul 11 malem, sampe 14 Februari 2014 Gunung Kelud erupsi dan abunya sampai kota Surakarta. Semoga Tuhan selalu melindungi bangsa Indonesia. pada saat seperti inilah sebenarnya saya bisa menebak karakter orang-orang di sekitar. bukan menebak, tapi berprasangka. (sorry:) :D )

Ada seseorang laki-laki di tempat umum seperti stasiun, yang keadaannya masih sangat berdebu tapi ia justru lebih sibuk dengan rokoknya ketimbang debu yang mengganggunya. tampak terpasang masker di wajahnya namun sesekali ia menurunkan maskernya untuk menghisap rokoknya. saya berani menebak bahwa orang semacam dia adalah orang dengan kepribadian keras kepala, ngeyel. *analisa.ngawur.

kemudian ada satu lagi, ketika kondisi kereta yang memang berdebu, saya tipe orang yang cuek untuk urusan kecantikan (asiik) oleh sebab itu saya tanpa pikir panjang duduk dimana saja asalkan nyaman,menghadap ke arah selatan, dan paling pinggir. eh ini namanya bukan duduk dimana saja, iki jenenge pilih-pilih cah ayu! mungkin ini lebih baik ketimbang salah satu orang yang saya lihat di seberang saya. 
seorang gadis cantik menggunakan masker dan matanya sempat ia poles dengan pewarna mata dan penggaris item tebal di pinggiran matanya (apa jenenge?). tampak cantik, dipadu dengan celana jeans dan blouse panjang hingga lututnya dan kerudung yang senada dengan blouse nya. sebelum ia duduk di bangku keretanya, ia mengeluarkan selembar dua lembar tisu dari dalam tasnya. kemudian ia membersihkan bangkunya, sandarannya berkali-kali. tidak puas, ia mengambil selembar lagi untuk memastikan kebersihan tempat yang akan didudukinya. aduuuuh repot banget uripmu mbak. kemudian tisu yang ia gunakan untuk membersihkan ia lempar ke luar pintu kereta. sebelum ada yang salah paham, saya jelasin dulu keadaan kreta yang saya tumpangi, kreta ini macam KRL, saya masuk ke dalam kreta 15 menit sebelum keberangkatan dan memilih duduk di dekat pintu kereta.
Lalu saya melihat mbaknya, gue heran! mbaknya melotot ke arah ane. eh kok jadi beda gini bahasanya. mbaknya melotot ke arah saya setelah ia tertangkap basah melakukan tindak kriminal: membuang sampah sembarangan! kira-kira gimana perasaan beliau ketika saya meminta ijin untuk mengambil tisunya dan berkata dengan tersenyum, 'ini sudah tidak terpakai mbak?' kemudian mbaknya semakin melotot tidak terima, dan saya tetap maksa ngambil tisu itu dan menaruhnya di tempat sampah.
agak suudzon nih ya, biasanya orang tipe macam itu juga punya karakter ngeyel yang kuat dalam dirinya, nggak mau kalah. oke deh gue sih santeee, senyum nyengir meski gak cantik kayak mbaknya.

buat mas dan mbak yang saya dzalimi karena saya 'rasani' saya minta maaf, nyuwun pangapunten. saya bukan orang baik, yang selamanya baik.. saya cuma orang yang sok tau yang kadang kelewatan sok taunya. biar keliatan pinter si sebenernya. hhe.. Sorry, correct me if i'm wrong.

Siapa Irena Handono?

Allah selalu memberi petunjuk kepada siapa saja yang mencari kebenaran, dimana pun hamba-Nya berada, di biara sekali pun. Itulah yang terjadi pada Irena Handono yang mendapat hidayah justru saat mencari kelemahan Islam

Ketika membaca surat Al Ikhlas hatinya tunduk akan keesaan Allah swt. Ia mengakui bahwa tak ada yang paling berkuasa dan patut disembah di jagad raya ini selain Sang Khalik.

Mendapat hidayah di Biara

Aku dibesarkan dalam keluarga yang religius. Ayah dan ibuku merupakan pemeluk Katholik yang taat. Sejak bayi aku sudah dibabtis, dan sekolah seperti anak-anak lain. Aku juga mengikuti kursus agama secara privat. Ketika remaja aku aktif di organisasi gereja.

Sejak masa kanak-kanak, aku sudah termotivasi untuk masuk biara. Bagi orang Katholik, hidup membiara adalah hidup yang paling mulia, karena pengabdian total seluruh hidupnya hanya kepada Tuhan. Semakin aku besar, keinginan itu sedemikian kuatnya, sehingga menjadi biarawati adalah tujuan satu-satunya dalam hidupku.

Kehidupanku nyaris sempurna, aku terlahir dari keluarga yang kaya raya, kalau diukur dari materi. Rumahku luasnya 1000 meter persegi. Bayangkan, betapa besarnya. Kami berasal dari etnis Tionghoa. Ayaku adalah seorang pengusaha terkenal di Surabaya, beliau merupakan salah satu donatur terbesar gereja di Indonesia. Aku anak kelima dan perempuan satu-satunya dari lima bersaudara.

Aku amat bersyukur karena dianugrahi banyak kelebihan. Selain materi, kecerdasanku cukup lumayan. Prestasi akademikku selalu memuaskan. Aku pernah terpilih sebagai ketua termuda pada salah satu organisasi gereja.

Ketika remaja aku layaknya remaja pada umumnya, punya banyak teman, aku dicintai oleh mereka, bahkan aku menjadi favorit bagi kawan-kawanku. Intinya, masa mudaku kuhabiskan dengan penuh kesan, bermakna, dan indah. Namun demikian aku tidak larut dalam semaraknya pergaulan muda-mudi, walalupun semua fasilitas untuk hura-hura bahkan foya-foya ada. Keinginan untuk menjadi biarawati tetap kuat. Ketika aku lulus SMU, aku memutuskan untuk mengikuti panggilan Tuhan itu.

Tentu saja orang tuaku terkejut. Berat bagi mereka untuk membiarkan anak gadisnya hidup terpisah dengan mereka. Sebagai pemeluk Katholik yang taat, mereka akhirnya mengikhlaskannya. Sebaliknya dengan kakak-kakaku, mereka justru bangga punya adik yang masuk biarawati.Tidak ada kesulitan ketika aku melangkah ke biara, justru kemudahan yang kurasakan. Daribanyak biarawati, hanya ada dua orang biara yang diberi tugas ganda. Yaitu kuliah di biara dan kuliah di Instituit Filsafat Teologia, seperti seminari yang merupakan pendidikan akhir pastur. Salah satu dari biarawati yang diberi keistimewaan itu adalah saya.

Dalam usia 19 tahun Aku harus menekuni dua pendidikan sekaligus, yakni pendidikan di biara, dan di seminari, dimana aku mengambil Fakultas Comparative Religion, Jurusan Islamologi. Di tempat inilah untuk pertama kali aku mengenal Islam. Di awal kuliah, dosen memberi pengantar bahwa agama yang terbaik adalah agama kami sedangkan agama lain itu tidak baik. Beliau mengatakan, Islam itu jelek. Di Indonesia yang melarat itu siapa?, Yang bodoh siapa? Yang kumuh siapa? Yang tinggal di bantaran sungai siapa? Yang kehilangan sandal setiap hari jumat siapa? Yang berselisih paham tidak bisa bersatu itu siapa? Yang jadi teroris siapa? Semua menunjuk pada Islam. Jadi Islam itu jelek.

Aku mengatakan kesimpulan itu perlu diuji, kita lihat negara-negara lain, hiliphina, Meksiko, Itali, Irlandia, negara-negara yang mayoritas kristiani itu tak kalah amburadulnya. Aku juga mencontohkan negara-negara penjajah seperti terbentuknya negara Amerika dan Australia, sampai terbentuknya negara Yahudi Israel itu, mereka dari dulu tidak punya wilayah, lalu merampok negara Palestina. Jadi tidak terbukti kalau Islam itu symbol keburukan. Aku jadi tertarik mempelajari masalah ini. Solusinya, aku minta ijin kepada pastur untuk mempelajari Islam dari sumbernya sendiri, yaitu al- Qur'an dan Hadits. Usulan itu diterima, tapi dengan catatan, aku harus mencari kelemahan Islam.

Kebenaran surat Al Ikhlas

Ketika pertama kali memegang kitab suci al-Qur'an, aku bingung. Kitab ini, mana yang depan, mana yang belakang, mana atas mana bawah. Kemudian aku amati bentuk hurufnya, aku semakin bingung. Bentuknya panjang-panjang, bulat-bulat, akhirnya aku ambil jalan pintas, aku harus mempelajari dari terjemah.

Ketika aku pelajari dari terjemahan, karena aku tak mengerti bahwa membaca al-Quran dimulai dari kiri, aku justru terbalik dengan membukanya dari kanan. Yang pertama kali aku pandang, adalah surat Al Ihlas.

Aku membacanya, bagus surat al-Ikhlas ini, pujiku. Suara hatiku membenarkan bahwa Allah itu Ahad, Allah itu satu, Allah tidak beranak, tidak diperanakkan dan tidak sesuatu pun yang menyamai Dia. "Ini 'kok bagus, dan bisa diterima!" pujiku lagi.

Pagi harinya, saat kuliah teologia, dosen saya mengatakan, bahwa Tuhan itu satu tapi
pribadinya tiga, yaitu Tuhan Bapak, Tuhan Putra dan Tuhan Roh Kudus. Tiga Tuhan dalam satu, satu Tuhan dalam tiga, ini yang dinamakan trinitas, atau tritunggal. Malamnya, ada yang mendorong diriku untuk mengaji lagi surat al-Ihklas. "Allahhu ahad, ini yang benar," putusku pada akhirnya.

Maka hari berikutnya terjadi dialog antara saya dan dosen-dosen saya. Aku katakan, "Pastur (Pastur), saya belum paham hakekat Tuhan."

"Yang mana yang Anda belum paham?" tanya Pastur.

Dia maju ke papan tulis sambil menggambar segitiga sama sisi, AB=BC=CA. Aku dijelaskan, segitiganya satu, sisinya tiga, berarti tuhan itu satu tapi pribadinya tiga. Tuhan Bapak sama kuasanya dengana Tuhan Putra sama dengan kuasanya Tuhan Roh Kudus. Demikian Pastur menjelaskan.

"Kalau demikian, suatu saat nanti kalau dunia ini sudah moderen, iptek semakin canggih, Tuhan kalau hanya punya tiga pribadi, tidak akan mampu untuk mengelola dunia ini. Harus ada penambahnya menjadi empat pribadi," tanyaku lebih mendalam.

Dosen menjawab, "Tidak bisa!"

Aku jawab bisa saja, kemudian aku maju ke papan tulis. Saya gambar bujur sangkar. Kalau dosen saya mengatakan Tuhan itu tiga dengan gambar segitiga sama sisi, sekarang saya gambar bujur sangkar. Dengan demikian, bisa saja saya simpulkan kalau tuhan itu pribadinya empat. Pastur bilang, tidak boleh.

Mengapa tidak boleh? Tanya saya semakin tak mengerti.

"Ini dogma, yaitu aturan yang dibuat oleh para pemimpin gereja!" tegas Pastur.
Aku katakana, kalau aku belum paham dengan dogma itu bagaimana?

"Ya terima saja, telan saja. Kalau Anda ragu-ragu, hukumnya dosa!" tegas Pastur mengakhiri. Walau pun dijawab demikian, malam hari ada kekuatan yang mendorong saya untuk kembali mempelajari surat al-Ikhlas. Ini terus berkelanjutan, sampai akhirnya aku bertanya kepada Pastur,

"Siapa yang membuat mimbar, membuat kursi, meja?" Dia tidak mau jawab.

"Coba Anda jawab!" Pastur balik bertanya. Dia mulai curiga. Aku jawab, itu semua yang buat tukang kayu.

"Lalu kenapa?" tanya Pastur lagi.

"Menurut saya, semua barang itu walaupun dibuat setahun lalu, sampai seratus tahun kemudian tetap kayu, tetap meja, tetap kursi. Tidak ada satu pun yang membuat mereka berubah jadi tukang kayu," saya mencoba menjelaskan.

"Apa maksud Anda?" Tanya Pastur penasaran.

Aku kemudian memaparkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dan seluas isinya termasuk manusia. Dan manusia yang diciptakan seratus tahun lalu sampai seratus tahun kemudian, sampai kiamat tetap saja manusia, manusia tidak mampu mengubah dirinya menjadi Tuhan, dan Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan manusia.

Malamnya, kembali kukaji surat al-Ikhlas. Hari berikutnya, aku bertanya kepada Pastur, "Siapa yang melantik RW?" Saya ditertawakan. Mereka pikir, ini 'kok ada suster yang tidak tahu siapa yang melantik RW?.

"Sebetulnya saya tahu," ucapku.

"Kalau Anda tahu, mengapa Anda Tanya? Coba jelaskan!" tantang mereka.

"Menurut saya, yang melantik RW itu pasti eselon di atasnya, lurah atau kepala desa. Kalau sampai ada RW dilantik RT jelas pelantikan itu tidak syah."

"Apa maksud Anda?" Mereka semakin tak mengerti.

Saya mencoba menguraikan, "Menurut pendapat saya, Tuhan itu menciptakan alam semesta dan seluruh isinya termasuk manusia. Manusia itu hakekatnya sebagai hamba Tuhan. Maka kalau ada manusia melantik sesama manusia untuk menjadi Tuhan, jelas pelantikan itu tidak syah." Keluar dari Biara Malam berikutnya, saya kembali mengkaji surat al-Ikhlas. Kembali terjadi dialog-dialog, sampai akhirnya saya bertanya mengenai sejarah gereja.

Menurut semua literratur yang saya pelajari, dan kuliah yang saya terima, Yesus untuk pertama kali disebut dengan sebutan Tuhan, dia dilantik menjadi Tuhan pada tahun 325 Masehi. Jadi, sebelum itu ia belum menjadi Tuhan, dan yang melantiknya sebagai Tuhan adalah Kaisar Constantien kaisar romawi.

Pelantikannya terjadi dalam sebuah conseni (konferensi atau muktamar) di kota Nizea. Untuk pertama kali Yesus berpredikat sebagai Tuhan. Maka silahkan umat kristen di seluruh dunia ini, silahkan mencari cukup satu ayat saja dalam injil, baik Matius, Markus, Lukas, Yohanes, mana ada satu kalimat Yesus yang mengatakan 'Aku Tuhanmu'? Tidak pernah ada. Mereka kaget sekali dan mengaggap saya sebagai biarawati yang kritis. Dan sampai pada pertemua berikutnya, dalam al-Quran yang saya pelajari, ternyata saya tidak mampu menemukan kelemahan al-Qur'an. Bahkan, saya yakin tidak ada manusia yang mampu.

Kebiasaan mengkaji al-Qur'an tetap saya teruskan, sampai saya berkesimpulan bahwa agama yang hak itu cuma satu, Islam. Subhanaallah.

Saya mengambil keputusan besar, keluar dari biara. Itu melalui proses berbagai pertimbangan dan perenungan yang dalam, termasuk melalui surat dan ayat. Bahkan, saya sendiri mengenal sosok Maryam yang sesungguhnya dari al-Qur'an surat Maryam. Padahal, dalam doktrin Katholik, Maryam menjadi tempat yang sangat istimewa. Nyaris tidak ada doa tanpa melalui perantaranya. Anehnya, tidak ada Injil Maryam.

Jadi saya keluar dengan keyakinan bahwa Islam agama Allah. Tapi masih panjang, tidak hari itu saya bersyahadat. Enam tahun kemudian aku baru mengucapkan dua kalimah syahadat. Selama enam tahun, saya bergelut untuk mencari. Saya diterpa dengan berbagai macam persoalan, baik yang sedih, senang, suka dan duka. Sedih, karena saya harus meninggalkan keluarga saya. Reaksi dari orang tua tentu bingung bercampur sedih. Sekeluarnya dari biara, aku melanjutkan kuliah ke Universitas Atmajaya. Kemudian aku menikah dengan orang Katholik. Harapanku dengan menikah adalah, aku tidak lagi terusik oleh pencarian agama. Aku berpikir, kalau sudah menikah, ya selesai! Ternyata diskusi itu tetap berjalan, apalagi suamiku adalah aktifis mahasiswa. Begitu pun dengan diriku, kami kerap kali berdiskusi. Setiap kali kami diskusi, selalu berakhir dengan pertengkaran, karena kalau aku mulai bicara tentang Islam, dia menyudutkan. Padahal, aku tidak suka sesuatu dihujat tanpa alasan. Ketika dia menyudutkan, aku akan membelanya, maka jurang pemisah itu semakin membesar, sampai pada klimaksnya.

Aku berkesimpulan kehidupan rumah tangga seperti ini, tidak bisa berlanjut, dan tidak
mungkin bertahan lama. Aku mulai belajar melalui ustadz. Aku mulai mencari ustadz, karena sebelumnya aku hanya belajar Islam dari buku semua.

Alhamdulillah Allah mempertemuka saya dengan ustadz yang bagus, diantaranya adalah Kyai Haji Misbah (alm.). Beliau ketua MUI Jawa Timur periode yang lalu.Aku beberapa kali berkonsultasi dan mengemukakan niat untuk masuk Islam. Tiga kali iamenjawab dengan jawaban yang sama, "Masuk Islam itu gampang, tapi apakah Anda sudah siap dengan konsekwensinya?"

"Siap!" jawabku.

"Apakah Anda tahu konsekwensinya?" tanya beliau.

"Pernikahan saya!" tegasku. Aku menyadari keinginanku masuk Islam semakin kuat.

"Kenapa dengan dengan perkawinan Anda, mana yang Anda pilih?" Tanya beliau lagi.

"Islam" jawabku tegas.

Akhirnya rahmat Allah datang kepadaku. Aku kemudian mengucapkan dua kalimat syahadat di depan beliau. Waktu itu tahun 1983, usiaku 26 tahun. Setelah resmi memeluk Islam, aku mengurus perceraianku, karena suamiku tetap pada agamanya. Pernikahanku telah berlangsung selama lima tahun, dan telah dikaruniai tiga orang anak, satu perempuan dan dua laki-laki. Alhamdulillah, saat mereka telah menjadi muslim dan muslimah.

Shalat pertama kali

Setelah aku mengucapkan syahadat, aku tahu persis posisiku sebagai seorang muslimah harus bagaimana. Satu hari sebelum ramadhan tahun dimana aku berikrar, aku langsung melaksanakan shalat.

Pada saat itulah, salah seorang kakak mencari saya. Rumah cukup besar. Banyak kamar
terdapat didalamnya. Kakakku berteriak mencariku. Ia kemudian membuka kamarku. Ia terkejut, 'kok ada perempuan shalat? Ia piker ada orang lain yang sedang shalat. Akhirnya ia menutup pintu.

Hari berikutnya, kakakku yang lain kembali mencariku. Ia menyaksikan bahwa yang sedang shalat itu aku. Selesai shalat, aku tidak mau lagi menyembunyikan agama baruku yang selama ini kututupi. Kakakku terkejut luar biasa. Ia tidak menyangka adiknya sendiri yang sedang shalat. Ia tidak bisa bicara, hanya wajahnya seketika merah dan pucat. Sejak saat itulah terjadi keretakan diantara kami.

Agama baruku yang kupilih tak dapat diterima. Akhirnya aku meninggalkan rumah. Aku
mengontrak sebuah rumah sederhana di Kota Surabaya. Sebagai anak perempuan satu-satunya, tentu ibuku tak mau kehilangan. Beliau tetap datang menjenguk sesekali. Enam tahun kemudian ibu meninggal dunia. Setelah ibu saya meninggal, tidak ada kontak lagi dengan ayah atau anggota keluarga yang lain sampai sekarang.

Aku bukannya tak mau berdakwah kepada keluargaku, khususnya ibuku. Walaupun ibu tidak senang, ketegangan-ketegangan akhirnya terjadi terus. Islam, baginya identik dengan hal-hal negatif yang saya contohkan di atas. Pendapat ibu sudah terpola, apalagi usia ibu sudah lanjut.

Tahun 1992 aku menunaikan rukun Islam yang kelima. Alhamdulillah aku diberikan rejeki sehingga bisa menunaikan ibadah haji. Selama masuk Islam sampai pergi haji, aku selalu menggerutu kepada Allah, "kalau Engkau, ya Allah, menakdirkanku menjadi seorang yang mukminah, mengapa Engkau tidak menakdirkan saya menjadi anak orang Islam, punya bapak Islam, dan ibu orang Islam, sama seperti saudara-saudaraku muslim yang kebanyakan itu. Dengan begitu, saya tidak perlu banyak penderitan. Mengapa jalan hidup saya harus berliku-liku seperti ini?" ungkapku sedikit kesal.

Di Masjidil-Haram, aku bersungkur mohon ampun, dilanjutkan dengan sujud syukur.
Alhamdulillah aku mendapat petunjuk dengan perjalan hidupku seperti ini. Aku merasakan nikmat iman dan nikmat Islam. Padahal, orang Islam yang sudah Islam tujuh turunan belum tentu mengerti nikmat iman dan Islam.

Islam adalah agama hidayah, agama hak. Islam agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Manusia itu oleh Allah diberi akal, budi, diberi emosi, rasio. Agama Islam adalh agama untuk orang yang berakal, semakin dalam daya analisis kita, insya Allah, Allah akan memberi. Firman Allah, "Apakah sama orang yang tahu dan tidak tahu?"

Sepulang haji, hatiku semakin terbuka dengan Islam, atas kehendak-Nya pula aku kemudian diberi kemudahan dalam belajar agama tauhid ini. Alhamdulillah tidak banyak kesulitan bagiku untuk belajar membaca kitab-kitab. Allah memberi kekuatan kepadaku untuk bicara dan berdakwah. Aku begitu lancar dan banyak diundang untuk berceramah. Tak hanya di Surabaya, aku kerap kali diundang berdakwah di Jakarta. Begitu banyak yang Allah karuniakan kepadaku, termasuk jodoh, melalui pertemuan yang Islami, aku dilamar seorang ulama. Beliau adalah Masruchin Yusufi, duda lima anak yang isterinya telah meninggal dunia. Kini kami berdua sama-sama aktif berdakwah sampai ke pelosok desa. Terjun di bidang dakwah tantangannya luar biasa.

Alhamdulillah, dalam diri ini terus menekankan bahwa hidupku, matiku hanya karena Allah.

http://www.nabawia.com/read/4385/siapa-irena-handono--2-habis-

Berdoalah

...pernah suatu ketika kamu terbangun dari tidurmu di tengah malam, entah karena apa, yang pasti ada hal yang membuatmu resah, gelisah, dan sedih, membuatmu menangis. 1 malam, tidak ada yang bisa kamu hubungi. Berdoalah, pastikan kabar mereka, hanya padaNya..
Allah selalu ada..

Rab Ne Bana Di Jodi

Sepenggal adegan di ending film india, yang sangat membekas bagi saya. Rab Ne Bana di Jodi. Tuhan pasti menciptakan pasangan/ Jodoh = Jodi *dalam bahasa india, atau bisa diterjemahkan bebas 'jodoh di tangan Tuhan'.

Hampir di akhir cerita sebelum Rekan Taani menyadari bahwa sosok yang sebenarnya dia butuhkan, sosok yang berdoa untuknya, melakukan apa saja untuknya, diam-diam mencintai dan memperhatikannya bukanlah Raj, melainkan Surinder Shani, suaminya. Ya, meskipun di sini kedua tokoh ini adalah sama, tetapi bagi Rekan Taani, mereka berbeda. Rekan Taani pergi ke kuil kemudian Tuhan menjawab kegelisahannya. Kalau di konversikan ke dalam istilah Islam, setelah dia shalat istikharah, Rekan Taani mendapat jawaban dari Tuhan. Bahwa suaminya lah jawabannya, bukan Raj.

*kemudian berkaca-kaca*

Tu hi toh jannat meri, Tu hi mera junoon (Kamu adalah surgaku, Kamu yang aku sukai)
Tu hi to mannat meri, Tu hi rooh ka sukoon (Kamu adalah keinginanku, Kamu adalah ketenangan jiwaku)
Tu hi aakhion ki thandak, Tu hi dil ki hai dastak (Kamu peneduh mataku, Kamu detak jantungku)
Tujh mein rab dikhta hai... Yaara mein kya karu (Aku melihat tuhan dalam dirimu... Apa yang harus kulakukan)
Sajdhe sar jukhta hai Yaara mein kya karu (Kepalaku tunduk menyembahmu.. Apa yang harus kulakukan -
dalam budaya India, bagi seseorang yang sangat dihormati, kaki nya akan dicium menggunakan telapak tangannya dan disentuhkannya di keningnya sebagai tanda bakti pada orang tersebut)
Tu hi dil ki hai raunak, Tu hi janmo ki daulat (Kamu adalah cahaya hatiku, Kamu adalah harta hidupku)
Tu hi meri hai barkat, Tu hi meri ibaadat (Kamu adalah berkahku, Kamu adalah ibadahku).

ending nya, ada kalimat Rekan Taani yang tidak perlu ditiru ehe, "Apakah Tuhan akan marah apabila aku mencintaimu (suami) lebih daripada cintaku pada Nya?".

Ambil positifnya :)


[scene terbaik di ending film Rab ne bana di jodi - Tuhan pasti menciptakan pasangan]