Asih


Seorang perempuan duduk di padang ilalang dekat saung di desa kami. Perempuan enerjik dengan rok panjang, kadang dengan gamis dan jilbab yang melompat-lompat tertiup angin saat dia mengejar anak-anak untuk mengaji. Perempuan yang tidak malu-malu untuk tertawa lepas dan tertawa cekikian bersama anak-anak kecil yang usianya jauh lebih muda dibanding usianya. Perempuan yang punya senyum merekah setiap kali ia menyapa penduduk di desa kami. Sikap sederhana dan ramahnya membuatku tertarik untuk selalu memperhatikannya. Setiap sore jika dia tidak datang ke padang ilalang desa kami, dia datang ke surau desa kami. Dia mengajar mengaji, mengajar membaca alquran adik-adik di desa kami. Perempuan ceria yang hobi mengejar adik-adik agar rajin mengaji di surau. Perempuan itu bernama Asih. Belakangan aku tahu apa yang disukai Asih. Perempuan itu menyukai senja, gerimis, dan buku. Dia akan tiba-tiba berhenti mengejar adik-adik untuk mengaji kalau dia menyadari bahwa sorot lembayung senja berwarna merah jingga menyilaukan matanya. Kemudian dia akan tersenyum dan bibirnya seperti mengucapkan sesuatu. Mata jernihnya berkaca-kaca, lalu kembali mengejar adik-adik dan berteriak lucu, “kalau di’dukani’ Allah gimana?” *didukani ‘dimarahi’ (bahasa Jawa).
Jika hujan turun, adik-adik akan datang terlambat untuk mengaji. Asih menunggu di teras surau sambil memegang payung kecil untuk menjemput adik-adik yang datang dari ujung jalan desa kami. Sesekali Asih membuka telapak tangannya dan menyambut gerimis menyentuh telapak tangannya yang turun dari langit depan surau kami. Asih seperti menikmati gerimis yang datang setiap sore itu. 

Belakangan Asih tidak tampak di surau maupun di padang ilalang seperti biasannya. Tiba-tiba aku merasa penasaran dengan kehadirannya dan merasa kehilangannya. Meski tidak pernah bertegur sapa, sikap ramah pada warga dan sikap ceria pada adik-adik di desa telah membuat kesan tersendiri di dalam lubuk hatiku. Asih datang ke desa kami bersama sekelompok kawan yang baru kuketahui kalau mereka sedang melakukan kegiatan lapangan. Asih telah pergi sebelum keberanianku menyapanya tumbuh sama besarnya seperti rasa penasaranku padanya. Asih yang penuh kasih, apakah aku terlambat untuk memintamu tetap di sini saja?

Kasih (Baoesastra, 191) yang berarti ‘orang tercinta’ atau dalam bahasa Indonesia (KBBI) berarti ‘perasaan sayang, cinta’ . Juga asih (Baoesastra, 20) berarti tresna, katresnan atau ‘cinta’ dalam bahasa Indonesia. Sih (Baoesastra, 562) berarti tresna, katresnan, kawelasan.

0 komentar:

Posting Komentar