Rasanya di tolak itu....

Rasanya ditolak itu...
Sakit...

Semalaman memikirkan apa yang salah denganmu, mencari alasan kenapa kamu ditolak? Begitu kan?
Lalu kamu akan berkata, 'dia tidak pantas untukku' atau 'aku tidak pantas untuknya'.
Lalu kamu akan mensugesti kalau pasti ada yang lebih baik darinya diluar sana, ini hanya masalah waktu.
Sebelumnya, kamu memikirkan, kenapa orang lain bisa diterima olehnya? Apa yang mereka lakukan untuk meyakinkanya? Apa yang mereka tawarkan padanya? Apa...'apa adanya' kamu, tidak cukup membuatnya menerimamu?

Aku nggak tau..
Kamu menangis sebelum tidur, dan nyatanya memang benar-benar tidak bisa tidur.
Kamu pulang ke rumah, dan memberikan senyuman kepada mereka yang menyapamu, lalu kamu masuk ke kamar. Lampu kamar kamu matikan, kamu menyumpal mukamu dengan bantal, dan gelap...

Tulisan penolakan itu masih cukup jelas terbayang di otakku. Berulang kali kubaca surat itu, tetap tidak ada yang berubah. Mungkin saja aku melewatkan beberapa kata sehingga membuat ambigu makna yang kutangkap. Nyatanya tidak sama sekali. Kalimat itu terlalu lugas untuk sebuah penolakan. Dia menolakku, itu faktanya.

Secara otomatis kamarku dipenuhi oleh lagu-lagu melow yang makin membuat air mataku mengalir deras. Sesak, dan hidung tersumbat. Kekonyolan di tengah malam.
Aku menangis seorang diri, berkeluh kesah kepada-Nya. Karena hanya Dia yang sanggup memeluk mimpi-mimpiku. Menahan isakan tangis, menahan teriakan yang sebenarnya ingin kukeluarkan supaya tak seorangpun mengetahui kalau aku menangis seorang diri di dalam kamar.

Aku membuat orang berpikir, kalau aku sedang lelap tertidur. Aku menangis, entah berapa lama hingga aku tertidur., dan keesokan harinya kudapati bahwa aku sudah melupakan 'penolakan' itu. Aku cukup kuat untuk bangkit lagi, menata rencanaku selanjutnya dengan memperbaiki kesalahanku supaya aku tidak ditolak untuk kesekian kalinya (lagi). Aku belajar dari penolakan pertama. 'apa yang membuatmu begitu yakin akan rencanamu selanjutnya?'.
Jawabanya, keyakinan itu sendiri. Percaya, yakin bahwa Dia selalu ada dlm setiap langkah yang kita ambil, percaya jika Dia akan memeluk mimpi-mimpi kita. Percaya, Dia menyiapkan rencana yang jauh lebih indah daripada rencana kita sendiri. Surprise.

Aku cukup membayangkan penolakan demi penolakan (baca: gagal) yang pernah kualami, dan aku tidak mau merasakan sakitnya lagi.

Faith!

Cukuplah aku bersedih selama 24 jam itu, prinsipku: aku harus berubah setelah tidur. Aku lupa. Aku tidak mau berlarut-larut.
Bersedih hanya 1 hari, selanjutnya boleh kamu sebut keharuan, dan akan berbuah kebahagiaan. Happy ending.

0 komentar:

Posting Komentar