Engkau Yang Kusebut Oemar Bakri

Pernah kulihat lelah di bola matamu
Namun senyum selalu hiasi bibirmu
Meredam bara emosiku yang menggebu
Tak patuhimu padahal baik bagiku

Kau buka mata dan hatiku yang membeku
Kugenggam dunia dengan memahami ilmu
Dalam tertatih kau tak pernah tinggalkanku
Dengan sabarmu, ku tahu yang ku tak tahu

Guruku tersayang, Apa kabarmu? Walau dimana berada
Semoga sejuta doa untukmu selamanya

Ajari kepakkan sayapku tuk terbang menuju langit tinggi
Meraih bintang, kau selalu ku kenang
Seluruh pengabdian yang engkau beri
Meski kucoba dengan sepenuh hati tak akan terganti

Terimakasih guruku tersayang
Kau selalu jadi pahlawanku
[Haris Isa-Guruku]

Itu, salah satu lagu yang mengungkapkan rasa terimakasih seorang murid pada gurunya. Tentu, masih banyak yang lain. Saya hanya penasaran, kenapa hanya ada lagu yang tercipta dari murid untuk gurunya. Sudahkah ada lagu yang diciptakan dari seorang guru untuk muridnya? Jika dilihat dari kompetensinya, tentunya, harusnya lagu yang diciptakan guru lebih banyak daripada murid yang menciptakan.

Oke interludenya: tulisan ini datang dari hati saya yang paling dalam. Paling [italic]. Hanya keluh kesah saya hari ini, yang belum sempat tersampaikan. Dengarkan Pak Guru!

Saya justru begitu kagum dengan sosok-sosok murid yang rela membuat cerita, membuat lagu, kemudian menyanyikan lagu yang kemudian dipersembahkan untuk gurunya, dilandasi karena kecintaannya pada gurunya, karena rasa terimakasihnya yang begitu besar pada gurunya, atau karena begitu berharganya guru baginya dalam perjuangan hidup dan mimpi-mimpinya. Saya akan memposisikan diri saya sebagai murid, kemudian saya juga akan memposisikan diri saya sebagai guru.

Keren, jika ada murid merasa seperti diselematkan dari jurang kematian dan kebodohan kemudian menaruh rasa terimakasih sehingga tumbuh keinginan membalas budi kepada gurunya. Dengan adanya murid seperti ini, tentu guru akan sangat bangga sekali. Lalu, jika ternyata semua imajaniasi tentang guru yang begitu mulia dihamburkan dengan satu karakter antagonis sang guru, murid bisa apa? Guru punya wewenang yang lebih daripada murid. Guru boleh memvonis, murid terima saja. Bisa jadi, bisa jadi.

You know lah, murid hanya akan merasa tersiksa, dan tidak bahagia mengikuti pelajaran, tidak memiliki motivasi untuk belajar, tidak memiliki keberanian untuk mengeluarkan pendapat sementara guru justru hobi menyebut dirinya bodoh yang tidak mungkin berubah menjadi pintar, sementara guru hobi memvonis “murid salah, dan yang selalu benar adalah saya”, sementara guru hobi menyalahkan, sementara guru hobi menyebut-mengagung-agungkan dirinya yang paling kompeten di atas yang paling. Apalagi kata yang bisa menyatakan paling di atas yang paling?

Kali ini saya memposisikan sebagai murid, pesan saya hanya satu: Listen!
Ketika seorang guru memberi perintah, atau membentak murid, “Dengarkan!” Boleh jadi yang justru seharusnya mendengarkan adalah gurunya, yang memberi perintah.

Kali ini saya akan memposisikan diri saya sebagai guru, hanya ingin berkata untuk saya dan kawan guru saya bernama Oemar Bakri, “renungkanlah Pak Guru, mungkin kita sebagai Guru lalai akan hal-hal kecil yang dianggap sepele yang justru sebenarnya lebih penting, yaitu mendengarkan-menyimak (listen, bukan hear). Jangan melulu berbicara tentang ilmu, sekali-sekali mari berbicara realitas tentang pelajaran hidup. Meski kadang tidak sependapat, meresponlah dengan mimik muka yang tidak sok paling pintar dan tidak menyepelekan. Sekali-sekali murid juga butuh dipuji. Ya dipuji, atau sudah lupa bagaimana cara memuji? Jika sudah lupa, maka nasehat saya adalah ‘tidak ada kata terlambat untuk belajar’ itu saja.”

Sudahlah, tidak perlu gengsi untuk menyatakan terimakasih pada muridnya..
Saya tunggu lagunya, Pak Guru...
Tentu, bukan untuk kekasihmu, bukan pula untuk titlemu...
Tetapi untuk muridmu...
Saya ingin mendengar, cerita apa yang akan engkau bagi untuk dunia tentang muridmu, sosok seperti apa muridmu dimatamu?
Saya menunggu pembuktian bahwa segala lagu tentang kebaikan guru, berlaku bagi guru dimana saja, dan kemudian saya dengan tulus akan mempersembahkan lagu itu untukmu.
Hanya akan ada Guru dengan karakter yang begitu hangat yang selalu ada dalam cerita-cerita menyenangkan anak sekolah jaman dulu, sekarang bahkan nanti... mungkin sampai kata tak lagi berarti, karena hanya akan ada memori jangka panjang tentang kenangan yang ditorehkan selama guru dengan murid masih menjadi suatu oposisi yang berhubungan dan tak terpisahkan. Disebut guru karena ada yang disebut murid kan?

Jelas, seorang murid akan bangga jika diajar oleh guru dengan titel yang semakin tinggi, tapi itu hanya poin kedua setelah watak dan karakter. Salam super, Pak Guru.


[Selasa, Oktober 2013-catatan ketiga tentangmu] *berubah*cling

0 komentar:

Posting Komentar