beri cahaya saat ku sendiri dalam gelap
namun waktu tak pernah rela menunggu
hingga akhirnya kau pun pergi
terlambat kusadari kau teramat berarti
terlambat untuk kembali dan untuk menanti kesempatan kedua yang tak akan mungkin pernah ada
baru ku teringat kau hembuskan angin saat ku bernafas
siramkan air saat aku dalam kekeringan
namun tak pernah ku hiraukan semuanya
hingga kini kau pun tiada
biarkan ku hidup dalam penyesalan ini, sampai nanti kau akan kembali
[Cakra Khan - Setelah Kau Tiada]
Aku seorang gadis remaja yang kuliah di sebuah universitas di kota kecil kelahiranku. Seumur hidupku hingga aku kuliah sekarang ini, semua adalah keputusan abah. kuliah dimana jurusan apa termasuk semua itu. Aku menurut. Hingga saat nya aku lulus dan di wisuda, abahlah yang mencarikan pekerjaan untukku melalui kolega kantornya. Dan saat itu aku berontak. Aku merasa sudah berhak menentukan arah hidupku sendiri tanpa campur tangan abah. Aku sudah dewasa. Yah aku merasa sudah dewasa saat itu. Ku koreksi. Bahwa selama ini aku merasa hanya menjadi manusia yang hanya abah inginkan. Tapi bukan aku. Aku memilih kabur dari rumah. Dan kepergianku selama satu minggu tak pernah diketahui oleh siapapun. Aku kembali ke rumah setelah satu minggu, dan kamu tahu? Abahku sakit dan hanya ada ibu yang menungguinya di rumah. Gengsiku masih terlalu gedhe untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu. Tidak abah tidak juga ibu membicarakan masalah yang menyebabkanku pergi dari rumah. Kuanggap abah masih pada keputusannya dan akupun masih pada keputusanku. Aku harus mempertahankan pendapatku.
Malam harinya tanpa pembicaraan basa basi pada abah dan ibu aku beranjak masuk ke kamar dan tidur. Menjalang pukul setengah dua belas malam ibu membangunkanku.
Menangis dan panik, dan ibu berkata, "cepat ke kamar abahmu. Sakit abahmu kambuh." Aku loncat dari kasurku menuju kamar abah.
Abah merintih kesakitan dan abah berkata, "dek beli obat ini di apotik ya sekarang."
Tanpa pikir panjang aku membawa bungkus obat yang sudah tak ada isinya milik ayah itu. Aku mengeluarkan motor dan menuju apotik terdekat untuk membeli obat. Aku menangis di tengah jalan sembari mengendarai motor seorang diri. Aku hanya.... merasa sangat bersalah... jika keras kepalaku membuatku belum kembali ke rumah saat ini aku tidak tau apa yang akan terjadi. Siapa yang akan keluar tengah malam membelikan obat abahku ke apotik sementara ibu tidak bisa mengendarai kendaraan.
Masih bisakah aku berkata, aku sudah dewasa dan berhak menentukan pilihan hidupku sendiri? Sementara aku adalah anak abah dan ibu. Selamanya aku tetap anak-anak. Selamanya aku tetap anak. Setidaknya bagi mereka. Tidak berhak aku berkata, bahwa hidupku tidak berhak dicampuri oleh orang lain, apalagi orangtuaku sendiri. Dan aku tidak mau terlambat menyadari bahwa segala keputusan dan kebaikan abah ibu yang dilakukan untukku, adalah semuanya demi kebaikanku, demi kebahagiaanku. Dan hidupku harusnya mendengarkan orang lain, tentu aku tidak boleh acuh.
Satu minggu selama kepergianku, bukannya abah dan ibu tidak mencari atau menanyakan keberadaanku pada teman-teman, mereka hanya mau aku bahagia dalam jalan yang ku pilih itu, menyadari segala keputusanku itu yang akan membawaku pada kebahagiaanku, mereka membiarkanku dulu, agar aku bahagia.
0 komentar:
Posting Komentar