saat tiba nafas di ujung hela
mata tinggi tak sanggup bicara
mulut terkunci tanpa suara
bila tiba saat berganti dunia, alam yang sangat jauh berbeda
siapkah kita menjawab semua pertanyaan?
bila nafas akhir berhenti sudah
jantung hatipun tak berdaya
hanya menangis tanpa suara
mati tak bisa untuk kau hindari
tak mungkin bisa engkau lari
ajalmu pasti menghampiri
mati tinggal menunggu saat nanti
kemana kita bisa lari?
kita pasti 'kan mengalami mati
[UNGU - Bila Tiba]
Hari ini, jam digitalku berada pada bilangan 23: 39
Sebelum terlelap tidur, biasanya proses menuju tidurku yang sesungguhnya
membutuhkan waktu yang agak lama. Jadi, kadang ada beberapa hal yang secara tidak
sengaja menjadi kebiasaanku dan rutin aku lakukan yaitu paling tidak berdoa, lalu
mendengarkan lagu pengantar tidur, atau sambil mendengarkan beberapa hafalan. Biasanya
juga sambil tidak sengaja merenung beberapa hal, kejadian, peristiwa yang tersimpan
baik dalam memori. Kadang berpikir daripad saya malam-malam usrek ngganggui orang
lain karena nggak bisa tidur, lebih baik saya guling guling sambil tutupan di bawah
bantal biar tetep dikira udah tidur. Bahasa kerennya saya sedang merenung, anggap
saja begitu. Hingga sampai akhirnya hanya berujung pada tulisan di telepon genggam.
Niat menulis justru kadang muncul ketika kamar sudah gelap, dan berniat tidur. Untuk
itulah kenapa tulisan-tulisan terlalu sering muncul di hape, ketimbang di monitor
laptop atau lembaran kertas kosong.
Terlalu sering aku bermimpi tentang indahnya dunia luar negeri.
Tentang cerita-cerita keren yang datangnya justru dari luar batas khatulistiwa.
Meski sudah jelas, aku berkoar dimana-mana aku sangat mencintai ibu (pertiwi) ku,
tapi tidak dapat aku pungkiri keindahan alam di luar ibu (ku) juga sangat mengiming-imingiku
untuk datang kesana. Jelas aku menuliskan dengan tegas, bahwa jika bukan anaknya
sendiri yang mencintai, yang berbakti kepada ibunya, lantas siapa lagi? tapi, bukankah
tidak ada larangan juga untuk kita saling menghormati, menyayangi, ibu lain? hanya
sebatas sebagai rasa bentuk penghargaan terhadap ibu yang lain, sambil menunjukkan
(mungkin) ibu kita sendiri lah yang paling hebat diantara ibu-ibu yang lain.
Mungkin akan menyenangkan jika aku sudah sempat naik gunung Merbabu,
gunung Semeru, Bromo; berenang di Karimun Jawa, Wakatobi; berkuda di tepi Tanjung
Ann; membuat istana pasir di pantai Kuta Lombok; terbang di Puncak, dan mungkin
hal-hal keren lainnya. Kalau sempat, mungkin akan tambah menyenangkan jika sempat
bersepeda di antara sela-sela taman bunga tulip; bersepeda, berlarian dengan Kincir
anginnya yang besar sebagai pagarnya; naik balon udara melewati menara segitiga
emas; naik bajaj di pesisir sungai Gangga; membangun istana pasir di dekat sungai
Nil; membuat resep-resep minuman es di tengah turunnya salju di depan rumah bergaya
Sanggoje; duduk sambil membaca, mengarang cerita di tengah para kongsi merpati yang
sedang makan secara bebas di pelataran kastil; hunting poto-poto kanguru yang sedang
mengantongi anaknya, hunting poto-poto perempuan berpakaian sari dengan tangannya
berlukiskan mehendi dan bindi di keningnya, aaaaah pasti hangat sekaliiii, pasti
akan semakin membuatku semakin mencintai ibuku sendiri, Jawa. Memang cithak tidak
akan bisa dikalahkan dengan bindi, atau sindoor itu. Hanya saja, aku ingin menemui
semua ibu mereka..
Aku belum sempat bertanya pada teman-teman, bagaimana rasanya
salju? hambar, manis, asin, atau pait? dingin, tentu. tapi akan jadi hangat kalau
dibawa dengan perasaan antusias, bahagia yang sebenarnya. Kalau meminta es teh di
warung saja, dikomentari "Minta? kencing aja nggak gratis mbak!", maka
untuk kali ini aku boleh bertanya, "Gratis bisa kan ya?" Semakin kesini,
bahasa semakin meluas maknanya ya? 'minta' memang bisa saja gratis, tapi bisa juga
harus ditukar dengan yang lain. itu cuma masalah keikhlasan.
Ari! Ari! Ari! Bangun! Sudah adzan subuh! Tangi, Rik!
hoaaaah... di sini aku hanya ingin membuktikan, aku sudah bangun!
Aku ingin menegaskan, bahwa 'tangi'ku di sini bukan sekadar 'tangi'
hanya dengan membuka mata kemudian hanya kabur dari aktivitas mata terpejam tadi,
tapi aras-arasen bangkit dari kasur, itu 'melek' bahasa jawanya, bukan tangi. Bukan
itu, 'tangi'ku adalah melek, kemudian bangkit dari tempat tidur dan bergegas shalat
shubuh.
Bangun, kemudian cuma ada dua pilihan, kembali tidur atau berlari
mengejar mimpimu. Mintalah padaNya! Jangan minta pada mas-mas es teh itu! tidak
mungkin Tuhanmu, tidak merespon permintaanmu, tidak mungkin Tuhanmu merespon permintaanmu
sama dengan respon mas-mas es teh di warung itu. Yakin!
aaaak... makanya kamu harus bangun ketika adzan subuh sudah berkumandang!
kemana kita bisa akan berlari ketika ajal sudah sampai ke tenggorokan?
selain kamu tidak bisa berkoar, berujar apa-apa, bermimpi membumbung kemana-mana,
yang terpikirkan hanya memohon ampun. Sebelum semua terlambat, sebelum ajal terlanjur
sampai di tenggorakan, maka bijaknya tidak perlu ditunda. Jangan tidur, sebelum
kamu solat Rik! Jangan tidur sebelum berdoa Rik!
Fine, aku bangun, berlari, tapi masih sambil bermimpi. aku akan
selalu mengingat bahwa kematian ini begitu dekat keberadaannya. Sambil mempersiapkan
jawaban atas semua pertanyaan yang akan ditanyakan padaku. Semoga rencana ini tidak
berlebihan. Manusia adalah makhluk multitasking, ya kan?
Bismillahirrahmanirrahim.
Laa hawla walaquwata illa billah.