Pertemuan mata itu, membuatku kagum. Awalnya diriku mengira bahwa aku hanya sahabat para cacing-cacing, jadi untuk apa Ia menatapku “mustahil. Sampai pada pertemuan pandangan awal tersebut, aku memalingkan mukaku dan pandangan mataku padanya. Dari balik jeruji kaca aku hanya bisa melihat relung-relung hatiku yang di sesakkan oleh penyelasan “betapa bodohnya, aku terlalu pengecut saat itu”.
Dalam relung jiwaku, selanjutnya aku akan berdiri di sini di tempat ini, saat Ia pertama kali melihatku. Sampai pada saat Ia lewat ku baktikan kekuatanku untuk tidak sedikitpun berlalu. Namun godaan sedikit menggangguku, aku lelah sekejap kemudian aku berpaling kembali.
Saat itu, hatiku mengarahkan pada perasaan menyesal yang sebelumnya, selayaknya anak ayam yang hanya mengais-ngais sisa makanan namun tidak mendapat apa-apa, karena sisa makanan telah habis di makan sang para pejantan pagi.
Aku kembali, ku paksakan kekuatan tersebut, sampai akhir di depan jeruji kaca. Ia kan lewat, Ia akan lewat demikian hatiku membisikan sang sesal. “jangan terlewat kali ini”, aku ingin mengucapkan terima kasih pada sang Bapak lewat mata ini, dan aku yakin Beliau dapat merasakannya.
Sampailah pada pertemuan tersebut, kali ini aku tidak terlewat. Mata kami bertemu walau hanya dalam hitungan detik, namun pengalaman tersebut telah membentang luas, seluas cakrawala dalam hatiku. Angin, air, udara, tanah, ruang kosong dan kehampan terbuai larut di dalamnya.
Aku begitu kecil, dan Ia menghargaiku, aku begitu hina dan ia mengangkatku dalam hangatnya. Aku mengerti sekarang, aku merasa sekarang perhatiannya, kasihnya yang selama ini aku ragukan telah meresap ke dalam tulang sumsum hatiku.
Di balik mata sang Bapak tersimpan kelembutan tiada tara, tiada banding, yang ada hanya cinta. Demikian yang selalu Beliau katakan.
Ohh... Tuhan, lagi-lagi aku tidak bisa tidur lebih awal... dan vertigo ini, setia menemaniku, entah sampai kapan... sungguh sakitku ini tak sebanding dengan apa yang ia pendam dan aku menyaksikan, betapa bapak begitu tegar... menjaga lisannya agar tidak mengeluh ketika di siang hari,, dan kini ia kedinginan... Allah sayang, beri ia kehangatanMu..
Terima kasih, untuk kesempatan tersebut. di balik pandangan mata sang Bapak. Demikian aku menyebutnya. Dalam kesendirian aku selalu berdoa :
kecintaan telah mewujud
aku ingin selalu menyapa
di balik mata sang Bapak
sangat, menyentuh
sekaligus merobek
dinding kewarasan
bunga-bunga bersemi
bunga-bunga mewangi
menebarkan keharuman di hati
sekilas namun selamanya
selamanya namun sekilas
cinta itu telah mewujud
wujud itu adalah cinta.