Kini aku seorang mahasiswi Pendidikan Bahasa Jawa.
Bukan tidak sering jurusan ini dipandang sebelah mata. Bukan tidak sering jurusan ini dibandingkan dengan jurusan lain, dan kedudukannya rendah dimata yang lain. Bukan karena saya mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa Daerah, maka saya membela mati-matian, tapi karena saya sadar memang semua ini pantas untuk dibela. Bukan karena jurusan ini mengajarkan 'klenik', tapi karena mereka (yang aku tak tahu cara berpikirnya) menganggap bahwa 'buat apa masuk jurusan basa jawa, lha wong dhewe wae manggon nang Jawa'. Inilah yang menggelitik kuping ku, ketika aku mendengar perkataan ini keluar dari mulut orang-orang yang katanya sukses dan berpendidikan. Ia, mungkin belajar mengenai hukum aritmatika, hukum Boyle, hukum Avogadro, Hukum Newton, Hukum Bernouli, hukum Archimedes, atau hukum apa sajalah yang aku tak tahu namanya. Aku bukannya tak tau apa itu hukum newton I, II, atau III. Isaac Newton pun tau betul apa yang ia temukan, Newton meneliti sifat gerak benda. Begitu pula aku, Aku pun tau apa yang aku pelajari. Aku juga bukan tidak tahu siapa itu Selo Soemardjan. Aku juga bukan tak tau siapa itu Aguste Comte. Ialah Bapak Sosiologi. Aku juga bukan tak tahu bagaimana bunyi Pancasila. Aku juga bukan tak tahu apa itu hukum perdata dan hukum pidana. Aku juga bukan tak tahu apa itu teori permintaan dan penawaran. Aku juga bukan tak tahu siapa itu Adolf Hitler. Aku juga bukan tak tahu apa itu Pithecantropus erectus, Aku juga bukan tak tahu kapan Indonesia merdeka. Aku juga bukan tak tahu kapan hari Kartini itu. Aku juga bukan tak tahu bagaimana pengucapan kata 'enough' yang benar secara fonologi. Aku juga bukan tak tahu siapa Presiden Amerika. Aku juga bukan tak tahu apa arti 'achtung-achtung'. Aku juga bukan tak tahu bagaimana mengoperasikan program Turbo Pascal.
Tapi, ada pelajaran yang tidak diajarkan di bangku kuliah. yaitu tentang nilai BAIK dan BURUK. Untuk mendapatkan itu, kita harus belajar dari kehidupan. Inilah yang aku herankan ketika sebagian orang menganggap remeh jurusan kami, apakah ada parameter tentang toleransi? Tidak! Tapi, semua itu terletak di hati. Karena ialah parameter kebaikan dan keburukan. Ia (yang aku tak tahu cara berpikirnya) tak belajar tentang toleransi dan kebebasan yang sebenarnya. Jurusan ini mempelajari semua aspek, budaya, toleransi, agama, bahasa, etika, seni, dll. Disini kami belajar keanekaragaman. Kami juga belajar multi bahasa (Jangan anggap remeh kami, Bung!!! Ini tidak mudah!!!Semua butuh pengorbanan!!! Kami harus belajar bahasa Sansekerta, bahasa Arab, bahasa Kawi, bahasa Inggris, bahasa Indoensia supaya kami tahu betul bahasa Jawa!). Kami bukan orang-orang musyrik yang mempercayai adanya kekuatan Tuhan dalam suatu benda mati ataupun dalam upacara-upacara adat lainnya, tapi memang semua itu tidak dapat dibandingkan dan dicampurkan. Masalah agama tidak bisa disamakan dengan budaya. Begitu pula sebaliknya. Kami tau apa yang harus kami lakukan. Yaitu memperkaya ilmu pengetahuan, apapun itu bentuknya. Kami mengapresiasi segala bentuk hasil karya yang telah ada jauh sebelum kami dilahirkan. Itulah budaya. Tidak bisa dicampuradukkan dengan agama.
Sebagai pembelajar yang juga paham akan agama, tentunya beberapa hal yang tidak sesuai dengan naluri kita, kita cukup mengapresiasi keberadaannya.
Awalnya aku tak peduli sama sekali ketika ada orang yang merendahkan jurusan ini, tapi setelah aku belajar, rasa ingin membelaku muncul. Ini seperti ada dalam aliran darahku, yang memang benar-benar harus aku bela sampai titik darah penghabisan. Yang tak rela jika tanah airnya di injak-injak dan dipandang sebelah mata, akan ku korbankan hingga tetes terakhir.. (<berLebayan> ^-^). Kalau bukan kita yang mengapresiasi dan membelanya, siapa lagi? Justru kenapa mereka menganggap remeh Pendidikan Bahasa Jawa, karena mereka tidak tahu Beretika jawa. Etika jawa dan toleransi inilah yang tidak diajarkan hanya karena kita wis 'manggon nang Jawa'. Itu saja tidak cukup. Bukan karena aku banyak tahu tentang budaya jawa maka aku berbicara panjang lebar, akan tetapi setelah menjadi mahasiswa, aku jadi tahu lebih banyak dan wawasan yang kumiliki bertambah.
Pernah suatu kali, ada seorang sahabat bercerita padaku. Ia datang pada sebuah acara yang ternyata dia terjebak dalam acara MLM, dan pembicaranya adalah seseorang yang katanya sukses dalam dunia bisnis. Justru yang ia banggakan adalah kesuksesannya menggagalkan jalan kesuksesannya. Ia berkata, bahwa ia kuliah selama 7 tahun di Universitas Negeri di Yogayakarta (hingga sampai saat ini pun ia belum menamatkannya) dan jurusan yang ia ambil tidak sembarang atau 'ecek-ecek' seperti jurusan bahasa jawa.
"kuliah ya milih-milih" katanya. (Ya memang untuk kuliahpun kita harus punya pilihan, yang ini benar!).
"Wong dhewe wae wong Jawa, kok sinau basa Jawa" (ini yang saya salahkan! Lalu apa yang salah dengan jurusan ini? Tidak ada sama sekali. Yang salah adalah perkataannya yang tak ia pikirkan akibatnya= [play] 'Tong Kosong'- SLANK.) Ya. Memang dia orang Jawa, tapi 'wong jawa sing ora njawani'. Ia tak tahu apa arti kebebasan, tak tahu bagaimana bertuturkata yang baik yang tidak menyakiti orang lain, ia tak tahu apa itu etika, apa itu toleransi dan saling menghargai. Dimana jiwa sukses dan pemimpinmu, Hey Bung..., kalau kau tidak bisa menghargai orang lain? OMONG KOSONG!) Ia memilih Pendidikan Matematika, namun apa yang terjadi setelah ia memutuskan untuk kuliah di jurusan ini. Kuliahnya hanya terbengkalai, dengan urusan-urusan mencari uang dan materi!
Maaf, di sini saya tak bermaksud menjelekkan bidang-bidang ilmu. Karena saya tahu setiap ilmu, pasti mempunyai manfaat. Untuk itu, marilah kita sama-sama mencari ilmu dan menambah wawasan, serta bertukar wawasan. tapi jangan pernah mendiskreditkan bidang ilmu karena ketidaksukaan kita pada ilmu tersebut, ataupun karena kita tidak mempelajari bidang ilmu tersebut. Kita, bisa saja mencari ilmu dimana saja kita berada dan dengan siapa saja lawan bicara kita. Bagiku, kita semua adalah sama. Tidak usahlah kita menghiraukan darimana kita berasal. Alam, sosial, bahasa atau apapunlah itu... Kita semua sama, tujuan kita sama, yaitu belajar. Yang terpenting adalah kemanakah kita ingin tiba?
Dari jalan yang sungguh awalnya tak pernah kubayangkan, untuk masuk di Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa, mengikuti jejak masku, dari sini pula aku bertemu dengan sosok-sosok yang juga luar biasa. Mungkin jalanku sedikit berbeda dari mimpiku, tapi dari sinilah kawanku bertambah....
(*maturnuwun kepada seorang sahabat, yang telah bersedia membagikan pengalaman ini padaku. Ceritamu menginspirasiku. Ceritamu mengobarkan api dalam diriku!!! SEMANGAT!!!)
0 komentar:
Posting Komentar