Di Bawah Naungan Cahaya Illahi

Namaku Kinan. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya susunan tulang yang dibalut seonggok daging, kemudian ditiupkan ruh di dalamnya oleh Zat Yang Maha Mencipta. Ya, ruh. Ruh itu yang membuatku ada, membuatku menangis dan tertawa, tidur dan terjaga. Kadangkala aku bertanya, seperti apa wujudnya. Mengapa dia bisa pergi tanpa diduga, meninggalkan jasad yang kemudian tak bisa berbuat apa-apa.
Kemana perginya??? Adakah tempat yang mengumpulkan mereka bersama ruh-ruh lainnya. Akhirat, begitu kata mereka. Tapi, seperti apa akhirat? Dimana? Bagaimana bisa? Semuanya hanya ada dalam imajinasi yang tak terjangkau, dalam labirin maya yang selalu membuatku bertanya-tanya.
Satu yang meyakinkan aku, bahwa semua itu ada. Aku, Kinan ada di sini pasti ada sebab dan alasannya. Ada yang menciptakan aku beserta sekian juta makhluk yang lainnya di muka bumi ini dengan segala keagunganNya. Dan itulah yang mendamparkanku di sini, di tempat yang memberikan jawaban atas pertanyaanku. Menyejukkan padang gersang hatiku.
Namaku Kinan, usiaku tujuh belas tahun. Hidupku adalah milikku, dalam kuasaku. Senang rasanya bila bisa bernyanyi dengan suara merdu. Padahal, siapa pemberi suara itu, bagaimana kalau Dia mengambilnya dariku karena tak kugunakan untuk selalu menyebut namaNya dan memujiNya? Bangga rasanya melihat wajah cantik di cermin kamarku. Siapa yang membuatnya begitu. Bagaimana seandainya tiba-tiba Dia merubahnya? Aku tak kan kuasa. Bahagia rasanya ketika bisa belanja apapun sesuai selera. Tapi, bagaimana kalau semua itu diambilNya? Akankah aku masih bisa tertawa dan merasa suka?
Namaku Kinan. Sebersit rasa iri ini muncul, ketika temanku bisa menghafal satu surat dalam Al Quran. Sedang aku sibuk berdandan menyambut kedatangan Reza. Iri, saat melihat temanku tersenyum tulus menghadapi cobaan yang menimpanya, sedang aku menangis tergugu karena di duakan Reza, yang tak sebanding dengan cobaan yang ia alami. Iri, saat kudapati ia khusyuk dalam sujudnya sedang aku tidur terlelap dibuai mimpi. Iri pada semua keluh kesah hidupnya, yang dikembalikan dan dipasrahkan segalanya hanya kepadaNya, sedangkan aku slalu mempertimbangkan untung ruginya. Aku selalu jauh tertinggal. Dunia memang terlalu indah menawarkan pesonanya. Dan selama ini, aku selalu dijeratnya tanpa mampu berbuat apa-apa.
Namaku Kinan. Aku mencari hakikat hidup yang sebenarnya, karena semua yang kurasa hanyalah sementara. Semua yang berawal pasti berakhir. Ini sudah menjadi ketetapan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Seperti pagi menggeser malam dan sore mengganti siang. Segala yang bermula akan berkesudahan. Ini sudak keharusan. Seperti juga ada perpisahan di setiap pertemuan, atau kesedihan di tengah kebahagiaan. Begitulah hidup, berjalan dalam garis sabda alam.
Dan selama itu pula aku stagnan. Tak kucoba meretas hidup ini dengan kesadaran. Aku larut dalam pergulatan waktu, tanpa bisa mengalahkannya. Aku bukan tak tahu siapa Allah, bukan pula tak tahu siapa Rasulullah. Aku pun hafal rukun iman dan islam. Tapi, memaknainya lebih dalam belum pernah kulakukan. Kuikuti saja arus omongan orang bahwa hidup kita adalah kebebasan yang semestinya dinikmati tanpa batas dan jangan sampai kita ketinggalan dan tergerus oleh jaman.
Namaku Kinan. Kucoba mengurai hidup yang kujalani. Segala yang datang pasti akan berpulang. Ini sudah kepastian. Layaknya manusia yang akan kembali padaNya. KEMATIAN. Semuanya akan menuju keharibaan pemilikNya. Selama ini aku menganggap semuanya biasa saja, toh setiap yang bernyawa pasti akan mengalaminya. Tapi, kemudian begaimana jika setiap jiwa akan dimintai pertanggungjawaban? Bagaimana jika setiap inchi tubuh kita akan menjadi saksi atas segalanya? Akankah aku masih bisa berkata bahwa hidupku adalah kuasaku? Sedangkan yang serba Maha di sana akan meminta diri kita sepenuhnya.
Ampuni hamba Yaa Rabb, hamba kehilangan nurani dan suara hati. Aku telah menjalani hidup semauku. Tidak dalam garisMu. Aku telah menyia-nyiakan nikmat yang Kau berikan, tak terhitung. Bahkan setiap tarikan nafasku adalah nikmatMu, yang insyaallah mulai detik ini akan selalu teriring dalam zikir untukMu. Dan setiap apapun yang kulakukan adalah nikmatMu. Bagaimana bisa aku berpaling dariMu, Yaa Rabb...
Namaku Kinan. Aku ingin mencintaiMu, tunduk dalam aturanMu, dan taat dalam garisMu. Berikan ketetapan di hati ini Yaa Rabbi, agar hamba yang rapuh ini akan selalu tegar menghadapi apapun yang terjadi. Hingga suatu saat nanti ketika bertemu denganMu hamba punya keberanian menatap wajahMu.
Namaku Kinan. Aku hanya susunan tulang yang dibalut seonggok daging, kemudian ditiupkan ruh kedalamnya oleh Zat Yang Maha Mencipta. Aku Kinan hamba Allah yang sesungguhnya.


'Kita tak 'kan pernah tahu kapan kematian akan datang menjemput ruh yang ada dalam raga kita ini, mungkin esok, nanti atau sebentar lagi atau kapanpun, kita tak akan pernah dapat menebak dan menawarnya lagi. Untuk itu, senantiasa bersyukur dan selalu melakukan kebaikan, akan membuat hidup kita lebih bernilai dan bemanfaat. Berubah demi kebaikan hanya karenaNya, lakukanlah karena kesadaran, lakukanlah mulai saat ini, dan dari diri sendiri, jangan ditunda-tunda. Belajarlah dari kehidupan ini.'

0 komentar:

Posting Komentar